Sumbawa Besar, NuansaNTB.id- Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya Pabrik Oksigen milik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa tiba di lokasi dan rencana akan dilaunching pada Senin 27 September 2021 mendatang.
Informasi keberadaan Pabrik Oksigen beserta semua peralatan dan fasilitas pendukung lainnya yang saat ini sudah berada di RSUD Sering diungkap langsung oleh Direktur RSUD Sumbawa, dr. Dede Hasan Basri ketika dikonfirmasi Wartawan di ruang kerja Sekda Sumbawa, Rabu (22/09/2021).
Menurut dr. Dede sapaan akrabnya, setelah dilaunching Senin esok, pabrik oksigen akan langsung beroperasi. Untuk kafasitas produksi tidak terbatas, tergantung jumlah kebutuhan. Jika kebutuhan per hari 300 tabung, maka jumlah produksi bisa 400 tabung per hari.
Meski demikian, untuk tahap awal, kafasitas produksi akan dibatasi hanya 100 tabung per hari. Mengingat trend positif Covid-19 menurun sehingga kebutuhan akan tabung oksigen pun menurun, terang dr. Dede.
Keberadaan pabrik oksigen ini lanjutnya, tidak hanya melayani kebutuhan rumah sakit di Sumbawa saja, melainkan dapat melayani kebutuhan rumah sakit di kabupaten kota lain yang ada di Pulau Sumbawa. Seperti Bima, Dompu, Kota Bima dan KSB.
“Pabrik Oksigen ini, tidak hanya melayani pasien Covid, tetapi pasien umum lainnya yang membutuhkan oksigen. Seperti sesak napas, TB dan lainnya,” ujarnya.
Dengan hadirnya pabrik oksigen di RSUD Sering, Sumbawa tidak lagi mengalami kelangkaan oksigen dan Sumbawa juga diharapkan menjadi pusat pendistribusian tabung oksigen di Pulau Sumbawa.
”Dari sisi pelayanan kita sangat diuntungkan. Karena kebutuhan oksigen selalu tersedia, sedangkan dari sisi bisnis, daerah juga sangat diuntungkan sebab tidak keluar uang membeli oksigen, tapi mendapatkan pendapatan dari kerjasama ini,” jelasnya.
Hadirnya Pabrik Oksigen ini berkat kerjasama antara RSUD Sumbawa dengan pihak ketiga. Semua peralatan dan biaya pembangunan pabrik sepenuhnya ditanggung perusahaan mitra.
Adapun skema pembagian hasil, pihak ketiga 75 persen sedangkan Daerah 25 persen. Kesepakatan 75:25 ini hanya berlangsung selama 8 tahun. Setelah itu, pabrik menjadi milik daerah sepenuhnya. (Nuansa)