Sumbawa Besar, NuansaNTB.id- Guna memberikan fungsi kontrol oleh masyarakat terhadap internal maupun eksternal Lembaga Permasyarakatan (Lapas) yang ada di Indonesia terkhusus Lapas Kelas IIA Sumbawa Kanwil Kemenkumham NTB mulai membuka diri dan menjalin kemitraan dengan insan Pers.
Tujuan kemitraan ini agar segala bentuk kegiatan di dalam Lapas dapat terekspost dan diketahui publik apalagi saat ini Lapas Sumbawa sedang berupaya mewujudkan zona integritas Wilayah Bebas Korupsi dan pungli.
Salah satu upaya tersebut dilakukan dengan menertibkan warga binaan dan mencegah alat komunikasi ilegal masuk ke dalam Lapas.
Kepala Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Sumbawa Besar, M. Fadli, A.Md.IP., S.Sos., MM,. saat bincang santai bersama Insan Pers diarea pertanian Lapas, Senin (04/10/2021) mengatakan, untuk mencegah berbagai persoalan yang timbul dalam Lapas, pihaknya selama setahun terakhir ini telah melakukan penertiban dengan melarang masuknya handphone.
“Kami telah memberanikan diri mendeklarasi Lapas Sumbawa sebagai zona integritas wilayah Bebas Korupsi, pungli dan narkoba dengan salah satu cara memutus peredaran handphone di dalam lapas,” ujarnya.
Keberadaan handphone lanjutnya, akan memudahkan warga binaan membangun komunikasi dengan pihak luar sehingga kondisi tersebut memudahkan barang terlarang seperti Narkotika masuk dan beredar di dalam Lapas.
”Adanya handphone ilegal masuk dalam Lapas, membuat transaksi narkoba tidak bisa dibendung dan Alhamdulillah selama saya memimpin Lapas Sumbawa penertiban benar-benar dilakukan. Tidak hanya Lapas harus bebas dari alat komunikasi ilegal, namun juga Narkoba dan Pungutan Liar (Pungli),” beber Fadli.
Untuk mensiasati agar warga binaan tetap dapat berkomunikasi dengan keluarganya, Lapas Sumbawa menyediakan Warung Telekomunikasi (Wartel) khusus. Wartel ini dapat digunakan secara bergiliran sesuai jadwal dan waktu yang telah ditentukan.
Selain itu, Lapas juga melakukan pembinaan mental dan kerohanian warga binaan dengan konsisten mengajarkan dan bahkan mewajibkan bagi yang beragama Islam untuk dapat mengaji. Ada sekitar 80 sampai 90 persen penghuni Lapas Kelas IIA Sumbawa yang tidak bisa mengaji.
”Ada 90 persen yang tidak bisa mengaji. Kenal huruf (Hijaiyah) pun tidak bisa, sehingga mereka dipaksa agar bisa mengaji minimal bacaan sholatnya. Kami wajibkan selama 3 bulan di blok masa pengenalan lingkungan untuk belajar mengaji. Kalau tidak bisa, belum bisa masuk ke blok besar. Jika setahun tidak bisa setahun juga mereka tidak bisa ke blok besar,” jelasnya.
Di Lapas, selain diajarkan mengaji, warga binaan juga diwajibkan untuk melaksanakan sholat lima waktu. Karena dengan sholat dapat menjadikan jiwa lebih tenang juga bisa meningkatkan kesehatan serta daya tahan tubuh.
”Kami juga mewajibkan Sholat 5 waktu bagi warga binaan agar ketenangan jiwa meningkat serta kesehatan dapat terjaga terutama sholat subuh. Dan hasilnya, selama satu tahun terakhir ini tidak ada yang masuk rumah sakit. Hanya ada satu kemarin karena covid. Padahal biasanya setiap minggu pasti ada yang sakit,” terangnya. (Nuansa)