Lestarikan Tradisi yang Hampir Punah, Karantina Pertanian Sumbawa Lomba “Tepi Loto”

oleh -1833 Dilihat
oleh

Sumbawa Besar, NuansaNTB.id- Lestarikan tradisi turun temurun yang hampir punah, Dharmawanita Karantina Pertanian Sumbawa mengadakan lomba “Tepi Loto (menampi beras)”.

Lomba yang dilaksanakan setelah upacara memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 digelar di lapangan Stasiun karantina pertanian Sumbawa yang berlangsung cukup meriah, Kamis (17/08/2023).

Lestarikan budaya Ketua Dharmawanita Karantina Pertanian Sumbawa, IBP Raka Ariana dalam keterangannya kepada media ini mengatakan bahwa, kegiatan ini merupakan cara melestarikan budaya.

“Salah satu tugas pokok Dharmawanita adalah membina anggota termasuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan yang sederhana dan hampir terlupakan,” ujar Ibu Raka.

Menurutnya, Tepi Loto atau menampi beras merupakan cara membersihkan beras dari semua kotoran yang terbawa sebelum disimpan atau dicuci lalu dimasak. Tradisi ini merupakan warisan turun temurun yang perlu dilestarikan.

BACA JUGA  Opsi Pendidikan dan Peluang Karir, Imigrasi Sumbawa Sosialisasi Sekolah Kedinasan Politeknik

Lanjutnya, alat yang digunakan merupakan anyaman bambu berbentuk bulat, yang dinamakan “Tepi” atau “Tampah” dalam bahasa jawa.

Saat Tepi Loto ini, ada seni tersendiri ketika menggoyangkan beras ke atas-ke bawah untuk mengeluarkan kotoran, namun beras tidak sampai tumpah. Memutar atau menggeser agar sisa-sisa padi utuh keluar untuk diambil, serta menuangnya kembali ke dalam panci.

iklan

“Inilah yang ingin kita lestarikan, tradisi membersihkan beras atau Tepi Loto ini merupakan peninggalan nenek moyang yang saat ini sudah hampir punah karena adanya alat mesin sebagai pengganti,” jelasnya.

Dalam lomba Tepi Loto ini lanjutnya, ada tiga kriteria penilaian yaitu kecepatan, kebersihan dan ketepatan.

Lestarikan budaya “Cepat memakai kain sebelum menepi, bersih dari sisa kotoran kulit halus ataupun beras halus serta gabah utuh yang belum terkelupas,” kata Ibu Raka.

BACA JUGA  Tatap Muka di Ai Awak, Haji Mo Akan Libatkan Warga dalam Pembangunan

Kemudia kriteria penilaian terakhir yaitu tepat hitungan jumlah gabah yang telah kita bagi rata sepuluh butir dalam setiap gantang/takaran beras, serta menuangnya kembali kedalam panci yang telah disediakan, pungkasnya.

Terlihat keseruan peserta saat berusaha menepi beras dengan posisi duduk bersimpuh. Belitan kain membuat seolah kembali ke zaman dahulu. (Nuansa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.