Catatan Kecil Tentang Wilayah Pertambangan Rakyat

oleh -2332 Dilihat
oleh

Opini, Penulis : Mada Gandhi (MG)

Pemda NTB November 2022 lalu telah mengajukan usulan Rencana Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) untuk Kabupaten Sumbawa ke Kementerian ESDM.

Surat berkwalifikasi PENTING itu bernomor 540/1093.1/DESDM/2022, mencakup usulan 17 titik WPR, tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Sumbawa. Total luas 941 lengkap dengan peta dan kordinat. Surat tersebut berdasarkan usulan Bupati Sumbawa, Nomor 540/1158/Ekon-SDA/X/2022.

WPR adalah wilayah khusus yang disiapkan untuk pertambangan rakyat. Menjadi sangat penting mengingat akibat tambang illegal yang serampangan di sejumlah titik pada tahun-tahun sebelumnya. Contoh pelepasan residu merkuri dan bahan kimia dalam proses pemurnian emas mencemari sawah, sungai, dan laut. Penggunaan merkuri juga berdampak buruk pada kesehatan manusia.

BACA JUGA  DPC Gelar Lomba Shalawat Sambut HUT Partai Gerindra ke-15

Olat Labaong kecamatan Lape puluhan hektar kini ditinggalkan dalam kondisi porak poranda. Gunung yang tadinya hutan lebat dengan pohon2 yang rindang sudah berubah. Bongkahan batu dan lubang-lubang tak beraturan di mana-mana. Ratusan orang sebelumnya siang malam menggali secara tradisional biji emas. Hal yang sama juga terjadi disejumlah tempat.

Belum lama saya dikirim video dan foto dari kecamatan Lantung untuk hal yang sama. Pertambangan illegal (PETI). Menurut laporan, pemilik lahan membentuk panitia yang melarang orang lain untuk nambang. Masyarakat biasanya nambang secara tradisional.

Menurut laporan sekitar 500 orang yang tiap malam menggaruk-garuk tanah dengan alat seadanya. Sementara siang hari pemodal dengan alat berat giliran menambang. Itu adalah pemandangan sehari-hari, PETI tanpa kendali pemda setempat.

iklan

Jika wilayah pertambangan itu sudah disyahkan maka tahap berikutnya adalah mengajukan ijin usaha pertambangan rakyat (IUPR) berdasarkan peta WPR dan kordinat masing-masing, secara perorangan atau badan hukum dengan luas masing-masing secara terbatas.

BACA JUGA  Perampok Uang Karyawan Jagung di Muer Asal Batam dan Jakarta Berhasil Diringkus Polisi

Bagaimana dan kepada siapa saja IPR itu diberikan ? Bagaimana pola kendali dan control? Bagaimana model kerjasama dengan pemodal ?

Walaupun WPR IPR sudah keluar, persoalannya belum selesai. Pemilik konsesi tak lain adalah rakyat biasanya posisi tawarnya lemah karena tidak punya modal dan alat berat, pun tidak punya alat pemroses dan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan seperti yang selama selama ini di wilayah Lantung.

Lalu datanglah investor membawa alat-alat berat sekaligus pembeli di lokasi.

Banyak pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan dulu oleh pemda sebelum keluarnya WPR. Kalau tidak, justru masuk ke masalah baru. Masalah lingkungan, kesehatan manusia, konflik sosial, dll. Belum begitu jelas bagaimana aturan main dan mitigasi yang disiapkan untuk mengantisipasinya.

BACA JUGA  Miliki Puluhan Gram Sabu, Polisi Ringkus Pria Asal Jatim di Seketeng

Berdasarkan surat yang telah diajukan tersebut, sebanyak 17 titik tersebar di kecamatan Lantung, Lape, Lunyuk, Alas, Plampang, Maronge dengan total luas 941 hektar.

Bukan jumlah yang kecil. Konflik yang baru saja terjadi di wilayah Aimual Kecamatan Lantung, hendaknya menjadi perhatian serius sebelum terlanjur menelan korban jiwa dan harta benda. (MG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.