Sumbawa Besar, NuansaNTB.id- 16 Juni 2024
Melempar jumrah adalah salah satu dari banyaknya rangkaian yang harus jmaah lakukan ketika menjalankan ibadah haji di tanah suci. Lempar jumrah ini umumnya dilaksanakan oleh jamaah ketika berada di Mina.
Sedangkan batu yang digunakan untuk melempar jumrah biasanya sudah dipersiapkan ketika mabit di Muzdhalifah.
Pada tanggal 10 Zulhijah setelah tiba di Mina, jemaah haji menjalankan salah satu ritual penting dalam rangkaian ibadah haji, yaitu melempar Jumrah Aqabah.
Proses ini dilakukan dengan cara melemparkan tujuh butir batu kerikil secara berturut-turut. Ritual melempar Jumrah Aqabah ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw.
“Dari Ibn ‘Abbas, dari al-Fadl Ibn ‘Abbas –ketika ia membonceng di belakang Rasulullah Saw– [diriwayatkan] bahwa beliau berkata kepada orang-orang di sore hari Arafah dan pagi hari di Jamak saat mereka berangkat, “Hendaklah kalian berjalan dengan tenang.” Dan ia senantiasa menjalankan Untanya dengan pelan-pelan hingga beliau memasuki lembah Muhassir, dan saat itu ia datang dari Mina. Ia berkata, “Hendaklah kalian mengambil kerikil untuk melempar Jumrah.” (H.R. Muslim).
Selain itu, saat melakukan pelemparan jumrah, disarankan agar Ka’bah berada di sebelah kiri jamaah dan Mina di sebelah kanan. Ini merujuk pada hadis dari ‘Abdullah ra yang diriwayatkan bahwa ia sampai di al-Jumrah al-Kubra (al-‘Aqabah) dengan memposisikan Baitullah di sebelah kirinya dan Mina di sisi kanannya. Ia kemudian melempar dengan tujuh batu sambil berkata :
“Beginilah cara melempar orang yang telah diturunkan kepadanya surah al-Baqarah, yaitu Muhammad Saw.” (H.R. al-Bukhari).
Setiap kali batu kerikil dilemparkan, jamaah dianjurkan untuk mengucapkan takbir “Allahu Akbar” dan berdoa dengan kalimat berikut:
Allahumma-j‘alhu ḥajjan mabrūran, wa dzanban maghfūran.
“Ya Allah, jadikanlah ini haji yang mabrur dan dosa yang diampuni”
Doa ini juga didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Hadis Nabi Saw, yang artinya:
“Dari ‘Abd ar-Rahman Ibn Yazid [diriwayatkan bahwa] ia berkata: Aku pernah bersama ‘Abdullah hingga selesai melempar Jumrah ‘Aqabah, lalu ia berkata: Berilah aku beberapa batu. Ia melanjutkan: Lalu aku memberinya tujuh batu. Ia menyuruhku: Peganglah tali kekang unta. ‘Abd ar-Rahman melanjutkan: Kemudian ia kembali melemparnya dari dalam lembah sebanyak tujuh buah kerikil sambil berada di atas kenderaannya dan bertakbir setiap melempar kerikil dan berdoa: Allahumma ij‘alhu ḥajjan mabrūran, wa dzanban maghfūran (Ya Allah, jadikanlah ini haji yang mabrur dan dosa yang diampuni). Kemudian ia berkata lagi: Di sini lah berdiri orang yang kepadanya diturunkan surah Al-Baqarah,” (HR. Ahmad).
Adapun Sejarah dari Melempar Jumrah yang hingga kini menjadi salah satu rangkaian ibadah haji.
Perintah Menyembelih Nabi Ismail
Sejarah dari melempar jumrah ini telah dituliskan oleh Ablah Muhammad Al Kahlawi dalam bukunya yang berjudul Rujukan Utama Haji dan Umrah Untuk Wanita. Dalam buku tersebut, Ablah menceritakan bahwa asal mula dari lempar jumrah adalah kisah Nabi Ibrahim, Siti Hajar istrinya, dan juga putranya, Nabi Ismail.
Sebelum datangnya perintah untuk menyembelih anaknya, Nabi Ibrahim telah melalui banyak ujian, mulai dari adanya usaha membakar dirinya, kemudian perintah meninggalkan istri dan anaknya di tanah yang tandus dan gersang. Seakan belum cukup, Allah kembali menguji Ibrahim Melalui mimpinya, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Nabi Ismail. Ibrahim kemudian menanyakan perihal mimpi tersebut kepada anaknya, Ismail. Tanpa rasa ragu, Ismail langsung menjawab, “Wahai ayahku, laksanakanlah perintah yang kau terima. Atas kehendak Allah, aku akan bersabar.” Katanya.
Nabi Ismail paham betul, bahwa mimpi yang diterima Ayahnya tersebut bukanlah bisikan setan, melainkan perintah dari Allah SWT. Oleh karena itu, ketika Nabi Ibrahim hendak melaksanakan perintah Allah tersebut, setan menggodanya untuk memikirkan kembali niatnya tersebut.
Sejarah dari Melempar Jumrah : Nabi Ibrahim Melempari Setan
Menerima gangguan dari setan, Nabi Ibrahim sama sekali tidak goyah. Karena Nabi Ibrahim begitu teguh, setan kemudian menampakkan dirinya di depan Nabi Ibrahim. Melihat setan di hadapannya, Nabi Ibrahim kemudian mengambil beberapa batu kecil dan melemparkannya ke arah setan tersebut. Pelemparan ini tepat di posisi jumrah ula saat ini berada.
Seakan enggan menyerah, setan kemudian beralih membujuk istri Nabi Ibrahim, yaitu Siti Hajar. Namun, sama halnya dengan Nabi Ibrahim, Siti Hajar juga tidak goyah sama sekali. Ia kembali mengingat bahwa setiap ujian yang Allah SWT berikan selalu diiringi dengan balasan yang manis apabila ia tabah menghadapinya. Karena tetap teguh, setan kemudian menampakkan dirinya di hadapan Siti Hajar. Sama dengan Nabi Ibrahim, Siti Hajar kemudian melempar setan dengan menggunakan batu-batu kecil. Pelemparan ini tepat di posisi jumrah wustha saat ini berada.
Gagal menggoda Siti Hajar, setan kemudian beralih ke Nabi Ismail. Usaha setan tersebut kembali gagal. Setan belum mengetahui bahwa meskipun saat itu Ismail masih muda, ia telah menyerahkan jiwa dan raganya kepada Allah SWT. Ia juga selalu mendahulukan Allah SWT dalam segala hal. Sama halnya dengan Nabi Ibrahim dan ibunya, Nabi Ismail melempar setan dengan batu kecil yang ada di genggamannya. Pelemparan ini tepat diposisi jumrah ‘aqabah saat ini.
Demikianlah sejarah dari melempar jumrah dalam rangkaian ibadah haji di Mina. Pelemparan batu yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, Nabi, Ismail, serta Siti Hajar tersebut kemudian menjadi rangkaian dari ibadah haji. Melempar jumrah juga memiliki makna tersendiri dalam pelaksanaannya. (*)