Sumbawa Besar, NuansaNTB.id- Calon Bupati Sumbawa Abdul Rafiq SH berkunjung ke Museum Bala Datu Ranga bersama anak – anak muda millenial Sabtu 16 November 2024.
Kedatangan rombongan diterima oleh inisiator, Kurator, dan Director Museum Bala Datu Ranga, juga menjabat sebagai Sekretaris Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS), Yuli Andari Merdikaningtyas.
Dikatakan oleh Abdul Rafiq bahwa, kunjungan ini dalam rangka mendapatkan pemahaman lebih mendalam terhadap heritage /warisan budaya samawa dan bagaimana langkah – langkah kedepannya dalam menjaga, melestarikan dan merevitalisasi bangunan cagar budaya.
“Alhamdulillah hari ini bersama teman – teman sahabat pemerhati budaya kami berkunjung ke Museum Bala Datu Ranga. Dari penjelasan kurator Museum Bala Datu Ranga bahwa Sumbawa punya potensi budaya yang luar biasa. Insya Allah kedepannya ini harus dijaga, dirawat dan direvitalisasi sehingga konsep historis economic itu bisa jalan,” ujarnya.
Rafiq memohon doanya agar ini bisa kita perjuangkan bersama sama. Museum dan Heritage jangan lagi disepelekan dalam agenda pembangunan daerah. Justru wajib dinomorsatukan bahkan dijadikan prioritas utama dalam pemajuan kebudayaan di Kabupaten Sumbawa. Museum dan Heritage sama sekali tidak kuno dan hanya tentang masa lalu, namun ia dapat membantu kita mendefinisikan jati diri kita saat ini dan membantu mengarahkan kita pada masa depan.
Rafiq berkomitmen untuk pemajuan Kebudayaan. “Bangunan Cagar Budaya ini jangan dianggap hanya sebagai gudang tua dimana fungsinya dianggap sebagai penyimpan benda-benda tak terpakai. Masa lalu dan cerita yang menempel pada bangunan-bangunan ini juga merupakan asset berharga yang dapat menginspirasi, mendidik, dan menyatukan ingatan kolektif kita tau samawa,” Imbuhnya.
Relevansinya terletak pada semangat dan motivasi dari para penjaga dan generasi penerus yang mengelola bangunan-bangunan cagar budaya ini juga patut dihormati dan diberi dukungan biaya perawatan yang sepadan terangnya.
Museum dan Heritage Sumbawa harus masuk jadi prioritas pembangunan daerah. Gagasan ini harus masuk dalam rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang daerah, bersinergi dengan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan di Kabupaten Sumbawa.
“Insya Allah kita berjuang untuk Reaktivasi dan Reimajinasi Museum dan Cagar Budaya harus menjadi agenda prioritas pemerintah yang harus dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dengan adanya kolaborasi dan sinergi bersama maka Museum dan Cagar Budaya dapat menjadi jalan kebudayaan kita dalam membawa generasi muda tidak tercerabut dari akan dan identitasnya” pungkasnya.
Dalam keterangan persnya Andari akrab disapa menjelaskan bahwa sebagai Tau Samawa, tentu kita sudah tidak asing dengan megahnya Istana Dalam Loka, bangunan cagar budaya berbahan kayu yang dibangun pada tahun 1885, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1883-1931).
Istana Dalam Loka menjadi ikon Kabupaten Sumbawa, bahkan miniaturnya mewakili Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tapi masih belum banyak yang tahu bahwa Wisma Daerah Kabupaten Sumbawa dulunya adalah Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931 – 1959) yang di’titip’kan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Sumbawa yang tragisnya mengalami kebakaran pada tahun 2017 dan hingga saat ini belum rampung tahap restorasinya.
Satu lagi, yang tak kalah penting adalah Istana Bala Kuning sebagai living heritage dimana artefak-artefak masa lalu Kesultanan Sumbawa masih terjaga dan terawat karena kepedulian pada generasi penerus Kesultanan Sumbawa.
“Kita patut berbangga karena Kabupaten Sumbawa masih memiliki 3 (tiga) Istana Sultan yang berasal dari kurun masa berbeda. Dimana linimasa sejarah Kesultanan Sumbawa tidak hanya sekedar dongeng belaka, namun bisa dibuktikan dengan adanya peninggalan atau warisan budaya yang masih berdiri kokoh,” urainya.
Kesultanan Sumbawa adalah sebuah negara berdaulat di masa lalu, dimana terdapat struktur pemerintahan yang jelas mulai dari yang tertinggi hingga terendah. Keberadaan Menteri Telu (Tiga Menteri) yang terdiri dari Ranga (Perdana Menteri), Kalibela (Menteri Perekonomian), dan Dipati (Menteri Pertahanan) sebagai pembantu utama Sultan masih dapat dibaca jejaknya dalam teks-teks arsip sejarah maupun sosoknya dapat dilihat dalam foto-foto lama di Istana Bala Kuning maupun di Museum Bala Datu Ranga.
Selain tiga istana, terdapat dua bangunan yang sudah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) Tingkat Kabupaten yang menunjukkan adanya struktur pemerintahan Kesultanan Sumbawa di masa lalu yaitu Bala Datu Ranga (rumah perdana Menteri terakhir Kesultanan Sumbawa) dan Eks Gedung Kontrolir Hindia Belanda yang saat ini difungsikan sebagai Museum Daerah Kabupaten Sumbawa.
Kelima bangunan ini berada di wilayah Kecamatan Sumbawa yang pada masa Kesultanan disebut Samawa Datu atau Samawa Puen. Dalam tataran yang lebih rendah, terdapat dua bangunan peninggalan pangkat adat Kesultanan Sumbawa di kecamatan lainnya yaitu Bala Dea Busing di Kecamatan Lape dan Bala Dea Imam di Kecamatan Empang yang juga perlu mendapatkan perhatian serius dari sisi perlindungan dan pemeliharaannya.
Jejak warisan budaya di masa Kesultanan Sumbawa masih sangat kaya, selain bangunan-bangunan tersebut di atas terdapat pula benda-benda yang saat ini sedang dikaji untuk direkomendasikan sebagai benda cagar budaya yaitu Regalia Lambang Kebesaran Kesultanan Sumbawa.
Berbicara dari sisi cagar Budaya terdapat tiga tahapan penting dalam pelestarian cagar budaya yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
Ketiga tahapan ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah semata namun juga peran serta masyarakat yaitu ahli waris, komunitas, organisasi yang bergerak dalam bidang heritage, dan sebagainya. Namun pemerintah sebagai pemegang kebijakan perlu melakukan sosialisasi dan literasi kepada masyarakat terkait regulasi mengenai pelestarian cagar budaya, termasuk konsekuensi ketika melakukan perusakan pada situs, bangunan, dan benda cagar budaya.
Pemerintah daerah terutama dinas terkait yang menangani infrastruktur kota juga perlu belajar tentang pentingnya mereimajinasi kawasan maupun situs yang dulunya memiliki nilai dan pemaknaan sejarah sehingga tidak mencerabutnya menjadi sesuatu ikon baru yang justru ahistoris. Proses pelibatan masyarakat sangat penting untuk memanggil kembali memori masa lalu dan pertukaran gagasan kembali terjadi sehingga situs cagar budaya dapat menjadi ruang belajar dan berdialog bersama untuk memetakan arah dan masa depan kota.
Tentu saja berbagai program bisa dicoba untuk mengajak masyarakat terlibat. Apa pun yang terjadi, museum rumah bersejarah saat ini berfungsi sebagai tempat berkumpul di mana anggota masyarakat dapat terlibat dalam sejarah bersama: museum menawarkan ruang untuk berdialog, refleksi, dan pembelajaran, serta mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang keragaman budaya dan perubahan sosial dari waktu ke waktu.
Program pendidikan yang disesuaikan dengan sekolah setempat, pameran interaktif, dan acara publik semakin memperkaya interaksi ini, menjadikan sejarah dapat diakses dan relevan bagi semua orang. Aspek tambahan dari hal ini adalah peran penting yang mereka mainkan dalam melestarikan warisan budaya tak benda – tradisi, sejarah lisan, dan adat istiadat – yang menentukan identitas komunitas. Dengan mengakui dan merayakan elemen-elemen ini, museum rumah bersejarah berkontribusi pada *RASA* memiliki dan inklusivitas di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.(***)